sumber foto : anang prasetio
Hak Asasi Manusia (HAM) patut dijunjung tinggi oleh siapapun dan diberlakukan untuk siapapun tanpa terkecuali.
Komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT), masih terlihat abu-abu dalam sudut pandang kemanusian di Indonesia. Hal ini diperjelas oleh tokoh-tokoh atau pemerintah di Indonesia kurang memiliki keberanian dalam menyuarakan hak-hak LGBT sebagai warga negara, atau sekedar pengakuan yang lebih signifikan ditujukan untuk komunitas LGBT. Perlakuan diskriminasi oleh keluarga, masyarakat, dan agama menjadi steorotip ruang gerak mereka atas dasar sebuah penyimpangan.
Pengakuan eksistensi
Berangkat dari situasi tersebut, Komnas HAM sebagai instansi lembaga negara pada 25 November 2011 - 31 Januari 2012, mengadakan seleksi untuk calon anggota Komnas HAM 2012-2017. Tahap awal proses seleksi yang mulai 14 Maret telah menyeleksi 363 kandidat dengan latar belakang beragam: 49 perempuan, 1 transgender, dan 313 laki-laki. Selain itu, di antara mereka ada juga anggota Komnas HAM 2007-2012, eks anggota Komnas HAM perwakilan daerah, advokat, dosen, wartawan, PNS, purnawirawan TNI/Polri, rohaniwan, pengusaha, dan konsultan.
Keikutsertaan peserta dari komunitas LGBT dalam pencalonan Komisioner Komnas HAM. Sebagai suatu pengakuan eksistensi komunitas LGBT di Indonesia, untuk memiliki hak yang sama dalam ranah politik. Perlu disadari oleh masyarakat di Indonesia, bahwa komunitas LGBT juga memiliki daya saing dan berkompeten di masyarakat.
Kasus Kekerasan dan Penegakan Hukum
Kian maraknya kasus kekerasan di Indonesia hingga akhir tahun ini, seperti di Papua. Menjadi ajang bergengsi dari berbagai pihak untuk menyuarakan kasus tersebut. Alhasil dalam penuntasan kasus tersebut sikap pemerintah kurang respect hingga terabaikan. Tetapi hal ini perlu kita ketahui, kasus kekerasan juga sering kali terjadi terhadap komunitas LGBT dan negara absen dalam penuntasan kasus tersebut.
Kian maraknya kasus kekerasan di Indonesia hingga akhir tahun ini, seperti di Papua. Menjadi ajang bergengsi dari berbagai pihak untuk menyuarakan kasus tersebut. Alhasil dalam penuntasan kasus tersebut sikap pemerintah kurang respect hingga terabaikan. Tetapi hal ini perlu kita ketahui, kasus kekerasan juga sering kali terjadi terhadap komunitas LGBT dan negara absen dalam penuntasan kasus tersebut.
Pelaku kekerasan dan diskriminasi terhadap komunitas LGBT sangat beragam, hal ini dapat dilihat dari sederetan kasus seperti : Kasus penembakan terhadap waria di Taman Lawang, pembubaran pembelajaran Hak Asasi Manusia kepada Waria di Depok, pembubaran diskusi Irshad Manji di Salihara, pembubaran diskusi peluncuran buku di LKiS, kasus pelecehan terhadap peserta Indonesia Idol, kasus pemukulan waria oleh FPI di Makasar, dan masih banyak sederetan kasus yang belum terekspose di media.
Memberikan perlakuan secara exclusive bukan hal yang utama untuk mendapat sebuah keadilan. Namun, pengakuan dan pemberlakuan yang sama sebagai warga negara untuk memperoleh dan menjunjung tinggi hak-hak manusia menjadi hal yang utama. Perlindungan, dan penegakan hukum sangat penting dalam mencapai kesejahteraan bagi siapapun. Memanusiakan manusia, diharapkan menjadi sebuah prinsip dan kepribadian disemua kalangan, dalam berbagai aspek kehidupan guna menciptakan Indonesia yang ideal. (anang prasetio)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar